Memori Menarik Tentang Prabowo Dan Ikan
Fakta Update. Keseringan mendengar tebak-tebakan “sebutkan 5 nama-nama ikan!”
membuat saya teringat satu moment bersama Pak Prabowo. Lho, kenapa? Apa
Pak Prabowo juga demen tebak-tebakan nama ikan?! Oh tidak!
Pengetahuan dan wawasan beliau soal ikan tak sedangkal itu. Bukan cuma sekedar menyebutkan nama.
Sekali waktu di bulan September 2015, saya diajak Mas Hazmi Srondol berkunjung ke kediaman Pak Prabowo di Bukit Hambalang. Senang, tentu saja.
Meski saya memilih beliau saat Pilpres 2014, tak sedikitpun terbayang suatu saat akan bertemu langsung dengan orangnya.
Tapi kunjungan kami itu tidak sendiri, bukan kunjungan exclusive. Di saat berbarengan dijadwalkan akan ada rombongan aparatur pemerintahan desa dari seluruh Jawa Barat yang juga akan bertemu Pak Prabowo.
Benar saja, ketika kami tiba di Hambalang selepas jam 1 siang, disana sudah ada ratusan orang yang memakai atribut perangkat desa. Selain itu juga ada rombongan dari organisasi kepemudaan. Bisa dibilang rombongan kami yang hanya belasan orang adalah rombongan terkecil.
Setelah semua tamu menikmati makan siang, Pak Prabowo hadir di aula. Beliau menyampaikan pandangannya tentang kondisi negeri ini dan persoalan-persoalan sosial – ekonomi.
Setelah selesai paparan dari Pak Prabowo, hadirin diberi kesempatan bertanya-jawab.
Terakhir, tibalah saat yang ditunggu-tunggu semua orang : silaturahmi dan foto bareng Pak Prabowo. Semua berebut untuk bisa sedekat mungkin dengan beliau, menjabat tangannya, ngobrol bebas dengan Pak Prabowo dan minta selfie bareng.
Sebagai rombongan paling kecil jumlahnya, kami melipir dulu ketika yang lain masih heboh.
Menjelang Maghrib barulah kami kebagian berdekatan dengan pak Prabowo. Hanya 3-4 orang yang kebagian tempat duduk disebelah kiri dan kanan Pak Prabowo.
Selebihnya berkerumun di sekitarnya, sambil menunggu Pak Prabowo menandatangani buku beliau.
Teman-teman menumpuk bukunya, agar Pak Prabowo mudah menandatangani bergiliran.
Tiba giliran buku milik teman saya yang kebetulan dia tidak kebagian tempat duduk, teman saya nyeletuk “Pak, doakan saya ya Pak, sekarang saya lagi coba usaha ternak ikan, doakan berhasil, Pak”.
Seketika Pak Prabowo mengangkat wajahnya, mencari siapa yang tadi ngomong.
Lalu Pak Prabowo bertanya banyak hal : dimana lokasinya, sumber airnya dari mana, seberapa luasnya, ikannya jenis apa saja, dikasih pakan apa.
Bukan sekedar basa-basi, karena Pak Prabowo tahu apa yang dia tanyakan dan juga menanggapi setiap jawaban. Sesekali beliau mengangguk jika dianggapnya sudah benar, kadang juga kasih sedikit saran.
Fully pay attention, menjaga eye contact dengan yang diajak bicara. Kelihatan sekali Pak Prabowo menguasai topik pembicaraan.
Selesai dialog singkat tentang usaha ikan, beliau lalu menuliskan pesannya di buku yang hendak ditandatangani.
Luar biasa, meski sudah “melayani” ratusan orang yang mengajak selfie, minta tanda tangan, ngajak ngobrol dan meminta saran ini itu, beliau masih tidak kehilangan perhatian sekecil apapun kepada para tamunya. Padahal, senja sudah mulai menghilang, petang sudah menjelang. Beliau mungkin sudah lelah, tapi tetap punya secuil waktu untuk memberikan perhatian sekecil apapun.
Bukan sekedar melemparkan pertanyaan tebak-tebakan buat lucu-lucuan, tetapi pertanyaan dialogis yang bermanfaat.
Pekan lalu, teman saya cerita dia menghadiri undangan pesta ulang tahun seorang pengusaha etnis Tionghoa, kenalan suaminya. Pengusaha wanita itu sudah cukup sepuh, 70 tahun. Dia kenal baik dengan Pak Prabowo.
Di acara ultahnya, ibu pengusaha itu bercerita beberapa pengalamannya bersama Pak Prabowo. Salah satunya, pernah sekali waktu ketika sedang dalam perjalanan bersama Pak Prabowo, tetiba di jalan melihat seorang petani. Pak Prabowo kemudian menghentikan perjalanan dan menghampiri petani itu.
Ditanyalah si petani, kenapa cara bertaninya seperti itu, kenapa tidak begini, blablabla… Pak Prabowo menjelaskan teknisnya dengan detil, beliau menguasai.
Kemudian si petani ditanya soal bibit apa yang dia tanam. Kenapa tidak pakai bibit anu, dll. Petani itu menjawab dia tak punya uang, karena harga bibit yang dimaksud Pak Prabowo cukup mahal baginya.
Spontan Pak Prabowo memberikan uang sejuta rupiah kepada petani yang baru ditemuinya beberapa saat yang lalu. Sejuta rupiah untuk ukuran waktu itu (entah berapa tahun lalu) sudah cukup besar.
Apalagi diberikan begitu saja pada orang yang baru ditemui di jalan, tanpa syarat dan ketentuan apapun. Dan itu pasti uang pribadi, karena Pak Prabowo bukan pejabat negara yang diback-up dengan dana taktis yang boleh digunakan untuk apa saja.
Begitulah Pak Prabowo. Beliau apa adanya, tidak terlalu banyak basa-basi, tapi ketika memberikan perhatiannya dia benar-benar tulus, penuh perhatian, tidak dibuat-buat, spontan.
Hanya saja, banyak orang yang tidak tahu. Karena Pak Prabowo terlahir dari keluarga ningrat, orang mengira beliau jauh dari wong cilik. Orang banyak yang tidak tahu Pak Prabowo menguasai banyak hal teknis soal budidaya ikan, pertanian, dll.
Dan “jelek”nya lagi, Pak Prabowo tidak mau “memelihara” buzzer dan influencer medsos untuk membangun citra dirinya yang positif.
Beliau begitu genuine. Sama sekali tidak dibuat-buat.
Pengetahuan dan wawasan beliau soal ikan tak sedangkal itu. Bukan cuma sekedar menyebutkan nama.
Sekali waktu di bulan September 2015, saya diajak Mas Hazmi Srondol berkunjung ke kediaman Pak Prabowo di Bukit Hambalang. Senang, tentu saja.
Meski saya memilih beliau saat Pilpres 2014, tak sedikitpun terbayang suatu saat akan bertemu langsung dengan orangnya.
Tapi kunjungan kami itu tidak sendiri, bukan kunjungan exclusive. Di saat berbarengan dijadwalkan akan ada rombongan aparatur pemerintahan desa dari seluruh Jawa Barat yang juga akan bertemu Pak Prabowo.
Benar saja, ketika kami tiba di Hambalang selepas jam 1 siang, disana sudah ada ratusan orang yang memakai atribut perangkat desa. Selain itu juga ada rombongan dari organisasi kepemudaan. Bisa dibilang rombongan kami yang hanya belasan orang adalah rombongan terkecil.
Setelah semua tamu menikmati makan siang, Pak Prabowo hadir di aula. Beliau menyampaikan pandangannya tentang kondisi negeri ini dan persoalan-persoalan sosial – ekonomi.
Setelah selesai paparan dari Pak Prabowo, hadirin diberi kesempatan bertanya-jawab.
Terakhir, tibalah saat yang ditunggu-tunggu semua orang : silaturahmi dan foto bareng Pak Prabowo. Semua berebut untuk bisa sedekat mungkin dengan beliau, menjabat tangannya, ngobrol bebas dengan Pak Prabowo dan minta selfie bareng.
Sebagai rombongan paling kecil jumlahnya, kami melipir dulu ketika yang lain masih heboh.
Menjelang Maghrib barulah kami kebagian berdekatan dengan pak Prabowo. Hanya 3-4 orang yang kebagian tempat duduk disebelah kiri dan kanan Pak Prabowo.
Selebihnya berkerumun di sekitarnya, sambil menunggu Pak Prabowo menandatangani buku beliau.
Teman-teman menumpuk bukunya, agar Pak Prabowo mudah menandatangani bergiliran.
Tiba giliran buku milik teman saya yang kebetulan dia tidak kebagian tempat duduk, teman saya nyeletuk “Pak, doakan saya ya Pak, sekarang saya lagi coba usaha ternak ikan, doakan berhasil, Pak”.
Seketika Pak Prabowo mengangkat wajahnya, mencari siapa yang tadi ngomong.
Lalu Pak Prabowo bertanya banyak hal : dimana lokasinya, sumber airnya dari mana, seberapa luasnya, ikannya jenis apa saja, dikasih pakan apa.
Bukan sekedar basa-basi, karena Pak Prabowo tahu apa yang dia tanyakan dan juga menanggapi setiap jawaban. Sesekali beliau mengangguk jika dianggapnya sudah benar, kadang juga kasih sedikit saran.
Fully pay attention, menjaga eye contact dengan yang diajak bicara. Kelihatan sekali Pak Prabowo menguasai topik pembicaraan.
Selesai dialog singkat tentang usaha ikan, beliau lalu menuliskan pesannya di buku yang hendak ditandatangani.
Luar biasa, meski sudah “melayani” ratusan orang yang mengajak selfie, minta tanda tangan, ngajak ngobrol dan meminta saran ini itu, beliau masih tidak kehilangan perhatian sekecil apapun kepada para tamunya. Padahal, senja sudah mulai menghilang, petang sudah menjelang. Beliau mungkin sudah lelah, tapi tetap punya secuil waktu untuk memberikan perhatian sekecil apapun.
Bukan sekedar melemparkan pertanyaan tebak-tebakan buat lucu-lucuan, tetapi pertanyaan dialogis yang bermanfaat.
Pekan lalu, teman saya cerita dia menghadiri undangan pesta ulang tahun seorang pengusaha etnis Tionghoa, kenalan suaminya. Pengusaha wanita itu sudah cukup sepuh, 70 tahun. Dia kenal baik dengan Pak Prabowo.
Di acara ultahnya, ibu pengusaha itu bercerita beberapa pengalamannya bersama Pak Prabowo. Salah satunya, pernah sekali waktu ketika sedang dalam perjalanan bersama Pak Prabowo, tetiba di jalan melihat seorang petani. Pak Prabowo kemudian menghentikan perjalanan dan menghampiri petani itu.
Ditanyalah si petani, kenapa cara bertaninya seperti itu, kenapa tidak begini, blablabla… Pak Prabowo menjelaskan teknisnya dengan detil, beliau menguasai.
Kemudian si petani ditanya soal bibit apa yang dia tanam. Kenapa tidak pakai bibit anu, dll. Petani itu menjawab dia tak punya uang, karena harga bibit yang dimaksud Pak Prabowo cukup mahal baginya.
Spontan Pak Prabowo memberikan uang sejuta rupiah kepada petani yang baru ditemuinya beberapa saat yang lalu. Sejuta rupiah untuk ukuran waktu itu (entah berapa tahun lalu) sudah cukup besar.
Apalagi diberikan begitu saja pada orang yang baru ditemui di jalan, tanpa syarat dan ketentuan apapun. Dan itu pasti uang pribadi, karena Pak Prabowo bukan pejabat negara yang diback-up dengan dana taktis yang boleh digunakan untuk apa saja.
Begitulah Pak Prabowo. Beliau apa adanya, tidak terlalu banyak basa-basi, tapi ketika memberikan perhatiannya dia benar-benar tulus, penuh perhatian, tidak dibuat-buat, spontan.
Hanya saja, banyak orang yang tidak tahu. Karena Pak Prabowo terlahir dari keluarga ningrat, orang mengira beliau jauh dari wong cilik. Orang banyak yang tidak tahu Pak Prabowo menguasai banyak hal teknis soal budidaya ikan, pertanian, dll.
Dan “jelek”nya lagi, Pak Prabowo tidak mau “memelihara” buzzer dan influencer medsos untuk membangun citra dirinya yang positif.
Beliau begitu genuine. Sama sekali tidak dibuat-buat.
Komentar
Posting Komentar